Halo semua,
gue balik lagi nih! Gila, lama juga ya gue nggak update blog, sampe udah
bersarang laba-laba begini. Maafkeun, gue terdistraksi sama kuliah, kegalauan,
dan hobi baru ber-Postcrossing-ria.
Kalian bisa lihat kegiatan Postcrossing gue
di sini (yang sekarang mulai bersarang laba-laba juga, hehehe).
Gue nggak
berharap tulisan ini jadi viral, tapi
kalopun iya, well, kenalin dulu nama
gue Saumi dan biasa dipanggil Saw. Umur baru 23 tahun lewat seminggu. Masih
jadi mahasiswa tingkat akhirnya Prodi Prancis UI. Salam kenal!
Sebelumnya,
gue mau ngucapin Happy International Women’s Day! Telat sih, gue tahu.
Karena tema
terdekat adalah Hari Perempuan Sedunia, kali ini tulisan gue juga akan bertemakan
perempuan, fokusnya tetep guelah. Tulisan ini tercetus karena pertanyaan banyak
orang kenapa gue balik lagi bergaya rambut super pendek, mempertanyakan
keperempuanan gue. Yang menerima gue apa adanya, gue berterima kasih sekali.
Untuk yang masih keukeuh pengin gue
jadi girly, semoga ini bisa sedikit
membuat kalian mengerti. Here we go…
Kalian pasti
syok ya ngebaca judul yang gue tulis ini? Iya, guys, gue adalah korban
pelecehan seksual di angkutan kota waktu gue masih berseragam putih-biru, waktu
masih kelas 7 SMP. Udah lama banget, memang, tapi gue nggak pernah bakal bisa
lupain karena itu menjadi trigger
banyak hal dalam diri gue. Bisa dibayangkan bahkan cewek se-unattractive macam gue aja bisa dan
pernah jadi korban kejahatan semacam itu.
Jadi, waktu
itu gue sama temen-temen gue bergerombol pulang bareng, abis naik angkot 07
dari sekolah dan turun di Air Mancur, kemudian kita naik angkot 12 jurusan Ps.
Anyar – Cimanggu (Taman). Dan catet ya, waktu itu gue pake rok seragam panjang!
R-O-K P-A-N-J-A-N-G!
Semua berjalan
aman-aman aja sampai kita mau melewati rel kereta Pondok Rumput. Angkot mulai
tersendat karena kereta mau lewat, mending satu rangkaian doang, ini banyak
banget! Gue, yang lagi ngobrol sama temen gue, tiba-tiba merasakan ada yang
mencolek payudara gue dari samping kanan. Kondisi waktu itu jendela di samping
kanan gue memang terbuka lebar, abis gerah banget sih siang itu! Gue terdiam,
mati rasa. Gue nggak tau harus teriak, marah, atau nangis. Yang gue lakukan
akhirny nengok ke kaca lebar sebelah kiri dan gue lihat ada penjual asongan
yang lagi ngeliatin gue dengan muka mesum. Bangsat! *pardon my french*
Sehabis itu
gue memilih diam aja, ga cerita sama siapa-siapa, bahkan sama Ibu dan keluarga
gue sendiri. Gue nggak mau hidup dalam ketakutan waktu itu. Gue pendam aja,
karena gue tahu kalau gue ceritain ke orang pasti yang disalahkan adalah gue
sebagai si korban. Pasti mereka akan bilang dengan remehnya, “Kenapa jendelanya
nggak ditutup?” atau “Kenapa nggak duduk di depan?” atau yang paling ekstrem
mungkin “Kenapa naik angkutan umum?”. Helloww, gue nggak mau ngerepotin orang
rumah dengan minta antar jemput tiap hari, kasian Nyokap gue udah nggak muda
lagi. Kalo waktu itu udah boleh dan bisa bawa kendaraan sendiri sih, gue
mendingan bawa kendaraan sendiri ke sekolah!
Sikap diam itu
sebenarnya gue sesali sampai sekarang. Karena nggak lama dari kejadian gue itu,
gue menyaksikan sendiri teman gue dilecehkan dengan cara yang sama dan
pelakunyapun sama, di tempat yang sama. Dia nangis sejadi-jadinya sepanjang
jalan menuju rumah, merasa malu dan takut. Gue yang pernah ada dalam posisi dia
cuma bisa nenangin dia seadanya. Yang lebih banyak gue lakukan adalah memaki-maki
si pelaku dari jauh, which is nggak
guna juga.
Gue nggak tahu
ada berapa banyak korban dari si pelaku itu. Gue minta maaf karena kalian harus
menjadi korban kebejatan orang yang sama. Harusnya gue berani ngomong, harusnya
gue nggak pendam sendirian kejadian itu. Harusnya kalau gue speak up, mungkin teman gue dan yang
lainnya nggak akan mengalami hal yang sama. Mungkin si pelaku itu akan
ditangkap dan dia nggak akan bebas berkeliaran lagi mencari mangsa baru. Hanya
saja gue terlalu takut kalau dia akan menaruh dendam, lalu mencari gue dan
menyakiti gue di masa depan.
Kejadian
pelecehan itulah bikin gue alergi sama angkutan umum, dan sejak SMA sebisa
mungkin gue naik kendaraan pribadi ke manapun gue pergi. Bayangan kejadian yang
nggak sampe sepuluh detik itu terus membekas di pikiran gue tiap naik angkot,
kayak kaset rusak. Banyak yang bilang kalo gue pemalas banget sampai pergi
sekitaran Bogor-Depok-Jakarta harus naik kendaraan pribadi. Hei, bukannya
malas, gue hanya meminimalisasi kemungkinan gue dilecehkan lagi. Itu saja.
Sejak kejadian
itu, gue akhirnya memutuskan untuk hidup menjadi bunglon. Kalian tahu bunglon kan,
yang bermimikri aka menyesuaikan warna dengan lingkungannya untuk pertahanan
diri? Karena dunia ini segalanya tentang lelaki, gue pun memilih bergaya seperti
mereka untuk pertahanan diri gue sendiri. Rambut dipotong secepak mungkin,
badan jangan kurus-kurus banget biar payudara gue ketutup lemak (yang akhirnya
ukuran badan gue jadi kebablasan sampe sekarang), dan jangan banyak ngomong
(suara gue kan cempreng banget kalo ngomong panjang-panjang).
Dengan gaya seperti
ini, gue jauh merasa lebih aman karena nggak ada yang berani colek-colek gue
lagi. Lebih lanjut lagi, ternyata dengan gaya seperti ini gue juga lebih bisa
melindungi sosok-sosok perempuan di sekitar gue yang gue sayangi (almh. Ibu,
kakak gue, ponakan-ponakan gue, mama angkat gue, kakak-adik angkat gue, sepupu-sepupu
gue, sahabat-sahabat gue) atau siapapun yang gue pernah kenal, seperti yang gue
harapkan bisa gue rasakan. Well,
jujur saja, kejadian pelecehan itu juga secara nggak langsung semakin menambah
kebencian gue terhadap makhluk yang bernama lelaki, setelah satu sosok yang seharusnya
hadir dalam perjalanan hidup gue itu memilih absen dan meninggalkan lubang
menganga di hati gue. Thankyouverymuch!
Gue pernah
berusaha untuk bergaya perempuan setiap hari selama hampir dua tahun belakangan
ini, sayangnya gue ngerasa jadi inferior dan takut kejadian busuk itu
menghampiri gue lagi. Ngerasa nggak gue bangetlah intinya. So, gue memilih
untuk tampil seperti ini lagi, menjadi Saumi yang kalian kenal sejak belasan
tahun yang lalu, yang super tomboy dengan rambut skin pompadour. Yup, keputusan yang bikin orang di sekitar gue
mempertanyakan kenapa, dan tulisan inilah gue persembahkan sebagai salah satu jawabannya.
Kalo sekarang
gue diajak ke lokasi kejadian dan diminta untuk mengidentifikasi siapa
pelakunya, sorry, gue udah lupa
wajahnya. Udah sebelas tahun yang lalu, guys! Gue juga nggak tahu itu orang
masih hidup apa udah kena azab dari Tuhan.
Harapan
terbesar gue adalah nggak perlu lagi mendengar adanya berita kekerasan atau
pelecehan seksual yang terjadi terhadap perempuan. Kalaupun sampai terjadi,
semoga para perempuan (termasuk gue) berani speak
up sebagai upaya perlawanan. Semoga pemerintah juga punya aturan yang menindak
tegas pelaku pelecehan dan melindungi korban sebaik mungkin. Semoga masyarakat Indonesia
ke depannya juga nggak menyalahkan perempuan yang menjadi korban. Hei, yang ena-ena ngelakuin siapa, tapi yang
disalahin malah si korban!
Ya, semoga
nggak perlu ada lagi perempuan yang hidup dalam ketakutan seperti gue…
Bogor, 13
Maret 2016
Saumi ‘sawvega’
Rahmantika
Narik napas panjang baca ini, Saw. 😥
ReplyDeleteSo, might be} nothing that can influence the end result} of the sport. Another critical level is that Live Casino will deliver your on-line casino experience to life. Playing these video games makes you're feeling like would possibly be} visiting a land-based casino with 우리카지노 out even having to go away the consolation of personal home}. One of the benefits of having video games from the top providers is that these video games also have the best quality graphics.
ReplyDelete